0

Voiceless

Posted on Senin, 31 Mei 2010


Terakhir kali aku kehilangan suara gara-gara kecapekan, waktu aku kelas enam SD. Waktu itu aku homesick banget, sampai suaraku serak banget di hari kedua. Maklum masih kecil….

Sekarang aku baru merasakannya lagi,
Aku yang sudah umur 20 tahun ini
Yang sudah berpergian ke mana-mana tanpa orang tua
Yang sudah terbiasa bercapek-capek ria, tidur dua jam sehari dan diperes otak dan tenaga.

Dan entah kenapa,
Batuk yang umurnya baru dua hari, dan perjalanan kereta api Surabaya-Kediri 4 jam
Membuat suaraku serak bukan main.
Besoknya, suara hilang tanpa bekas.
Cuma ada bisik-bisik yang keluar.
oh ya, ini dalam rangka aku ikut PKL mata kuliah komunikasi dan modernitas di desa ngadiluwih, kediri,

Tapi bukan itu poinnya..
Bukan pada suara yang hilang.
Tapi pada kesempatan untuk mendengar lebih banyak ketimbang bicara.

Ya, siapa saja yang mengenalku, pasti tahu aku sangat-sangat banyak bicara.
Bicara ini itu biar dunia bisa dibenahi dan menjadi sempurna,
Sempurna yang aku inginkan..
Dengan bicara, ada persuasi agar perspektif kita juga dilihat orang lain
Biar orang lain tahu yang aku inginkan..
Oh, lihat kan!! Betapa egoisnya aku..
Kadangkala aku tidak mau mendengar. Apapun.

Tapi kemarin, aku belajar banyak hal

Pertama, sepanjang hidup ini aku tidak bisa berdiri diatas kakiku sendiri.
Aku tidak bisa bicara, tapi tugasku untuk mewawancarai tetap selesai.
Berkat siapa? Teman-temanku. Aku tidak bisa bicara untuk melakukan step-step ngerjain tugas sesuai yang aku rencanakan, memberikan masukan ini itu untuk ngerjakan tugas atau jalan-jalan? Tapi toh semuanya baik-baik saja tanpa aku. Semuanya berjalan amat lancar. Aku jadi menghargai adanya kerja sebuah tim. Bahkan, gara-gara obat batuk keras sialan, aku jadi ngantuk berat dan ga bisa melek. Temen2ku yang ngerjain. Kelemahanku adalah tidak bisa percaya sepenuhnya pada orang lain untuk mengerjakan sesuatu. Kali ini aku belajar PERCAYA.

Kedua, aku bisa lebih peka.
Yup, barangkali aku memang kelewat cuek dan tidak peka sama sekitar. Gossip-gosip kampus, aku selalu tahunya telat. Kalau aku salah, aku paling nggak bisa disindir, nggak ngerti dan nggak tahu maksudnya. Kudu langsung dibilangin. Kalau ada yang secara implisit mengungkap sesuatu, aku nggak bisa nangkep. Karena ya itu tadi, kebiasaanku sendiri memukul rata semuanya secara eksplisit, pake bahasa verbal yang jelas, nggak usah bertele-tele dan langsung ke orang yang dituju. Kali ini, aku bisa belajar bahasa yang lebih banyak daripada yang bisa aku ngerti biasanya. Bisa membaca orang yang sebel, malas-malasan, lagi bete, bersemangat, punya maksud tersendiri, hanya menggoda, dll.

Ketiga, karena barangkali ada di desa.
Aku terharu bisa mendengar suara angin. Ha ha ha. Suara hujan yang kena daun. Suara ayam pas pagi hari. Suara sapu lidi yang bergesek dengan tanah. Suara kereta api. Suara jangkrik, suara macam-macamlah..aku senang…pas di kota, tetap ada saja yang bisa aku dengar, yang sebelumnya aku acuhkan. Suara senandung kecil pengamen cilik yang ngitung duitnya. Hei..,penuh rasa syukur kayaknya..hmm..sebelumnya, Cuma ada suara rencana-rencana kegiatan yang harus aku kerjakan.

Dan yang terakhir, aku merasakan…betapa tersiksanya ingin mengungkapkan sesuatu tapi nggak bisa. Pengin bicara tapi ada keterbatasan yang membuatnya nggak bisa dibicarakan. Tersiksa sekali jadi tuna wicara.

Aku hanya kehilangan suaraku untuk beberapa hari mungkin.
Tapi mereka kehilangan suara untuk selamanya.
Aku masih dianggap normal orang-orang sekitarku, malah menarik simpati.
Tapi mereka ditakuti seperti penyakit, dan dianggap nggak jelas.
Banyak yang mau mengerti maksudku, dan menanyakan berulang-ulang padaku.
Tapi mereka ditinggal pergi karena dianggap ga jelas, dan buang-buang waktu.

Kadang kita tak pernah bisa menghargai sesuatu kalau belum mengalaminya sendiri.
Aku berterima kasih sudah diberi kesempatan untuk ini.
^.^

ditulis 12.38 tanggal 31 Mei 2010

No Comments

Discussion